Thursday, 12 July 2012

MADRASAH ERA UUSPN NOMOR 2 TAHUN 1989 DAN UU SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 (MAKALAH REVISI) A. Pendahuluan Berbicara Madrasah pada dekade terakhir abad XX ini merupakan lembaga pendidikan alternatif bagi para orang tua untuk menjadi tempat penyeleggaraan pendidikan bagi putra putrinya. Bahkan pada beberapa daerah tertentu jumlah madrasah meningkat cukup tajam dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, sangat menarik untuk mempelajari bagaimana sesungguhnya keberadaan madrasah ini dalam lingkup lembaga pendidikan di indonesia. Pertumbuhan suatu lembaga kependidikan tidaklah ia ada dan lahir dengan sendirinya, tetapi melalui proses sebagaimana juga terjadi dalam pertumbuhan lembaga lainnya dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain lembaga kemasyarakatan, perkembangan masyarakat, pemikiran dan gerakan, kecuali yang bersifat formal, tidaklah muncul atau berhenti pada satu patokan tahun, tetapi biasanya mengandung proses awal atau yang menyebar dalam jarak waktu yang relatif panjang. Demikian pula halnya dengan madrasah, 
bila kita lihat awal pertumbuhannya dimotivasi oleh keadaan dan situasi tertentu yang mengkondisikan madrasah itu tumbuh dengan dimotori oleh perseorangan atau lembaga swasta tertentu, hingga pada perkembangan selanjutnya dibina pula oleh pemerintah. Pembinaan madrasah oleh pemerintah pada akhir-akhir ini lebih tampak tergambar dalam kegiatan dan usaha peningkatan mutu yang bertitik tolak dari pereturan perundang-undangan yang diproduk bukan hanya oleh pemerintah, melainkan juga oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yudikatif. B. Pembahasan 1. Pengertian Madrasah Departemen Agama Republik Indonesia Merumuskan pengertian madrasah sebagai berikut : Adapun menurut Peraturan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 1946 dan Peraturan Menteri Agama RI No. 7 Tahun 1950, madrasah mengandung makna: a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam, menjadi pokok pengajaran. b. Pondok dan pesantren yang memberi pendidikan setingkat dengan madrasah. Menurut Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975 menjelaskan pengertian madrasah adalah: lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata pelajaran umum. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, dan PP 28 dan 29 Tahun 1990 serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Pengajaran No. 0489/U/1992 dan Surat keputusan Menteri Agama No. 373 Tahun 1993, Madrasah adalah sekolah yang berciri khas agama Islam. Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita kemukakan beberapa ciri madrasah yaitu : a. Lembaga Pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan sekolah. b. Mata pelajaran agama Islam di madrasah dijadikan mata pelajaran pokok, di samping diberikan mata pelajaran umum. c. Sekolah yang berciri khas agama Islam. 2. Madrasah Era UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 dan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Secara Yuridis, posisi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berada pada posisi yang sangat strategis baik pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.2 Tahun 1989 maupun dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 sebagaimana kita ketahui disahkan pada rapat paripurna DPR RI tanggal 21 juni 2003. Pengesahan tersebut diikuti dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dana untuk pengembangan pendidikan nasional minimal 20 % dari total APBN dan APBD. Secara kelembagaan, institusi madrasah dalam peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia sejak Indonesia merdeka sampai sekarang hanyalah terdapat dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1990, yang menyatakan bahwa: “sekolah dasar dan sekolah tingkat pertama yang bercirikan khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Daperteman Agama masing-masing disebut madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah”. Hal ini dijabarkan lagi oleh keputusan menteri agama RI nomor 368,369, dan 370 tahun 1993 masing-masing tentang madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah serta keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah umum. Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pedidikan Nasional yang merupakan satu undang-undang yang diusahakan oleh pemerintah sebagai amanat Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak mencantumkan secara eksplisit tentang madrasah. Namun, dalam menyebutkan jenis pendidikan dikatakan bahwa: “jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan prefesional”. Keberadaan pendidikan keagamaan dalam Undang-Undang Sistem Penididikan Nasional ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa: Bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas: a. Sekolah menengah umum b. Sekolah menengah kejuruan c. Sekolah menengah keagamaan d. Sekolah menengah luar biasa. Selanjutnya, menteri pendidikan dan kebudayaan dalam keputusannya menjelaskan lebih lanjut bahwa sekolah menengah umum yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Dapartemen Agama disebut Madrasah Aliyah. Dengan demikian, UUSPN No.2 tahun 1989 dan PP No. 29 tahun 1990 menyebutkan sekolah menengah keagamaan yang dijabarkan lebih lanjut oleh keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 dan keputusan Menteri Agama No. 370 tahun 1993 dimana dalam hal ini keputusan kedua menteri tersebut menjelaskan keberadaan Madrasah Aliyah, sedangkan madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah keberadaannya tertuang dalam peraturan pemerintah No. 28 tahun 1990 dan keputusan menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 sebagaimana disebutkan diatas. Sebelum diberlakukan undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan peraturan pemerintah No. 28 dan 29 tahun 1990 masing-masing tentang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, keberadaan madrasah baik tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, maupun aliyah hanyalah tertuang dalam bentuk keputusan menteri agama saja, dan dalam hal-hal tertentu seperti tentang evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) dan ijazah (surat tanda tamat belajar) terdapat juga dalam keputusan menteri pendidikan kebudayaan serta menteri dalam negeri. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang keberadaan madrasah seperti disebut diatas, dalam rincian selanjutnya akan ditelusuri bagaimana kebangkitan dan perkembangan madrasah di indonesia. Adapun madrasah setelah undang-undang No. 2 tahun 1989, madrasah pada periode ini disebut sebagai sekolah yang berciri khas Islam. Pengertiannya bahwa seluruh programnya sama dengan sekolah yang ditambah dengam mata pelajaran agama Islam sebagai ciri keislamannya. Berkaitan dengan kesamaan status, pada saat ini kebijakan baru pemerintah menetapkan keberadaan madrasah dipandang sebagai sekolah umum yang bercirikan agama Islam dengan tanggung jawab mencakup : (a)Sebagai lembaga pencerdasan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia (b) Sebagai lembaga pelestarian budaya keislaman bagi masyarakat Indonesia (c) Lembaga pelopor bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia. Priode ini adalah priode dimana sekolah Madrasah telah berada di bawah aturan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1989) dan diatur pula oleh Peraturan Pemerintah yaitu PP No, 28 dan 29. Selanjutnya untuk menindak lanjuti pelaksanaan peraturan pemerintah itu menteri pendidikan dan kebudayaan serta menteri agama masing-masing mengeluarkan surat keputusan. Menteri pendidikan mengeluarkan surat keputusan No. 0489/U/ 1992 tentang sekolah menengah umum, sedangkan menteri agama mengeluarkan surat keputusan No. 370 tahun 1993 tentang madrasah aliyah. Selanjutnya menteri agama mengeluarkan pula surat keputusan No. 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah (MA), dan surat keputusan No. 374 tahun 1993 tentang kurikulum madrasah aliyah keagamaan. Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 dan 29 dapat kita ketahui bahwasannya madrasah adalah sekolah yang berciri khas agama Islam. Berkenaan dengan hal itu, maka madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah, memiliki kurikulum yang sama dengan sekolah pada tingkat pendidikan dasar, dan pendidikan mengenengah ditambah dengan ciri keislamannya yang tertuang dalam kurikulum yaitu memiliki mata pelajaran agama yang lebih dari sekolah. Dalam PP No. 29, membagi pendidikan menengah itu kepada beberapa jenis, adapun madrasah pada tingkat aliyah dibagi dua jenis, pertama Madrasah Aliyah (MA) ini sama dengan SMU (Sekolah Menengah Umum) yang berciri khas agama Islam. Disebabkan hal itulah seluruh sistem yang ada di Madrasah Aliyah sama dengan sekolah umum. Hak dan civil affectnya juga sama. Selanjutnya Madrasah Aliyah Keagamaan. Madrasah ini diperuntukkan sesuai dengan maksud yang tertera di PP No. 29 Tahun 1990, bab I pasal 1 ayat 4 pendidikan Menengah Keagamaan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan penguasaan pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan. Oleh sebab itu didalam kurikulumnya juga tergambar ciri khas kurikulum tersebut. Dapat kita lihat bahwa tujuan institusional Madrasah Aliyah (MA) tersebut ada dua, pertama perluasan pengetahuan dan peningkatan pengetahuan khusus siswa tentang agama Islam. Madrasah Aliyah keagamaan dikelompokkan kepada pendidikan menengah keagamaan yang mengutamakan pengetahuan khusus siswa kepada agama yang bersangkutan. Menteri Agama menetapkan Surat Keputusan Nomor: 373 tanggal 22 Desember 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah. Dan mengeluarkan surat Keputusan Nomor 374 tanggal 22 Desember 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Kurikulum madrasah ibtidayah, terdiri dari 15 mata pelajaran dengan jumlah pelajaran untuk kelas I dan II 31 jam perminggu, kelas III 40 jam, kelas IV, V dan VI masing-masing 42 jam. Dari 15 mata pelajaran tersebut 5 mata pelajaran mengajarkan bidang studi agama, yaitu Qur’an-hadits, akidah akhlak, fiqih, sejarah Islam dan bahasa arab dengan jumlah persentase adalah: kelas I dan II = 19,3%, untuk kelas III, IV , V, dan VI = 30%. Kurikulum madrasah tsanawiyah, berdasarkan keputusan menteri agama No. 45 tahun 1987, terdiri atas tiga program, yakni program dasar umum, pendidikan dasar akademik dan pendidikan keterampilan. Jumlah seluruh mata pelajaran 16, dengan jumlah jam perminggu untuk kelas I, semester I dan 2: 40 jam pelajaran. Kelas II dan III, semester 3,4,5,6 = 42 jam pelajaran. Mata pelajaran pendidikan agama, terdiri dari 5 macam : Qur’an-Hadits, akidah-akhlak, fiqih, sejarah dan kebudayaan Islam, bahasa arab. Persentasenya adalah kelas I = 27%, kelas II dan III = 28,5%. Kurikulum madrasah aliyah, terdiri dari dua program. Pertama , program inti yang terdiri dari pendidikan agama dan pendidikan dasar umum. Kedua, program pilihan, yakni pendidikan pengembangan keilmuan. Kurikulum madrasah aliyah ini terdiri atas dua program pilihan, program pilihan A dan program pilihan B. Program pilihan A mencakup jalur program yang terdiri atas program ilmu-ilmu agama, ilmu-ilmu fisika, ilmu-ilmu biologi, ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan budaya. Setiap jalur program mencakup beberapa mata pelajaran, jenis mata pelajaran untuk kelima jalur program tersebut ada yang sama dan ada yang berbeda namanya, yang sama namanya belum tentu sama bobot dan kreditnya. Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat aturan-aturan atau ketentuan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Undang-undang ini terdiri dari XX bab dan 59 pasal. Berisikan: ketentuan umum, dasar fungsi dan tujuan, hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peranserta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengolahan, pengawasan, ketentuan lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan, ketentuan penutup. Dalam rangka pelaksanaan pasal 12, 13 dan 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional maka untuk itu dipandang perlu untuk menetapkan peraturan pemerintah tentang pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah. Berkenaan dengan hal tersebut lahirlah : a. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah. b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar c. Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Di dalam PP No. 28 Tahun 1990 disebutkan pada bab III pasal 4 ayat 3 menjelaskan bahwa : Sekolah Dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah. Selanjutnya didalam Keputusan Menteri Agama No. 370 Tahun 1993 dijelaskan bahwa Madrasah Aliyah (MA) adalah sekolah menengah umum yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Jadi secara organisatoris, madrasah dikelola oleh pemerintah melalui Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI) dan swasta. Akan tetapi madrasah-madrasah yang dikelola oleh pihak swasta juga wajib mengikuti peraturan-perturan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikannya. Depdiknas telah merevisi UU No. 2/1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya ditulis UUSPN) dengan alasan bahwa UUSPN No.2 tahun 1989 sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Undang-undang sisdiknas terbaru ini memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Selain itu, pendidikan diselenggarakan: sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Undang-Undang No.20/2003 Bab VI pasal 13,14,15 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui jalur formal, non formal, dan informal yang penyelenggaraannya dapat saling melengkapi dan saling memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 sempat terjadi juga kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh Kelompok tertentu sebagai RUU yang sangat tidak pluralis. Yang dianggap paling kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi: “Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan nasional sangat terfokus pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dipersempit secara substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga pendidikan. Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga pendidikan swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok penyelenggara pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut keharusan sekolah-sekolah swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pasal ini menimbulkan konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan baik Kristen maupun Islam. Karena mereka harus merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman agama anak didiknya. Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai kewajiban yang sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari non-Islam, sebaliknya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam. Hanya realitasnya adalah banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara itu anak-anak dari keluarga non-Islam sedikit sekali untuk tidak menyatakan tidak ada yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam. Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga guru-guru agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah dan mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di sekolah-sekolah non-Islam. Perhatian pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah melalui peningkatan status kelembagaan dilakukan dengan menegerikan sekolah rakyat Islam menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri sebanyak 235 pada tahun 1962 berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 104 tahun 1962. Madrasah tersebut semula berasal dari SRI yang diasuh oleh pemerintah daerah kemudian diserahkan kepada kementrian agama pada tahun 1959, yaitu : 1. 205 sekolah yang diasuh oleh pemerintah Daerah Istimewa Aceh. 2. 19 buah sekolah dari Daerah Keresidenan Lampung. 3. 11 sekolah dari daerah Keresidenan Surakarta Penegrian Madrasah Tsanawiyah Swasta dan Madrasah Aliyah Swasta dilakukan pada tahun 1967 berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 80 tahun 1967 dengan nama Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTs AIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Pada tahun 1970 keluar keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 yang mengatur penghentian penegerian sekolah/madrasah swasta. Pada saat itu, MIN telah berjumlah 358 buah MTs AIN 182 buah dan MAAIN 42 buah. Pada tahun 1978 terjadi lagi restrukturasi madrasah melalui keputusan Menteri Agama No. 15,16,17 tahun 1978 yang berisi di samping perubahan jumlah madrasah negeri juga perubahan nama madrasah, yaitu MTs AIN menjadi MTsN dan MAAIN menjadi MAN. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi lagi penegerian madrasah yang dimulai pada tahun 1991 dengan keputusan Menteri Agama No. 137 tahun 1992, No. 224 tahun 1993, dan No. 515 A tahun 1995 ditambah lagi dengan terjadinya alih fungsi PGAN menjadi MAN dengan keputusan Menteri Agama No. 42 tahun 1992, maka jumlah madrasah sampai tahun 1999 adalah MIN 1435 buah, MTsN 1141 buah, dan MAN 553 buah. Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, diantaranya : a. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (Bab II Pasal 3 UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pendidikan Nasional Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. b. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia sebagaimana (Pasal 12 ayat 1a). Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. c. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18). Pasal 17 1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah 2. Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat. 3. Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar (2) Pendidkan Menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. (3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. d. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30). UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. 3. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. 4. Ketentuan tentang pendidikan keagamaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. e. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37). 3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan UUSPN No 2/1989 menjadi UUSISDIKNAS No 20/2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi dirubahnya UUSPN No 2/89 menjadi UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 diantaranya adalah : 1. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih bersifat sentralistik 2. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih mengandung kekurangan, sehingga kemudian sesuai tuntutan dalam UUSISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dibuatlah Standar Nasional Pendidikan 3. UUSPN No. 2 Tahun 1989 belum mengarah pada pendidikan untuk semua 4. Belum Mengarah pada pendidikan seumur hidup 5. Pendidikan belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja. 6. Belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. C. Kesimpulan Madrasah adalah tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam, menjadi pokok pengajaran. Madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam merupakan kelanjutan dari pendidikan dan pengajaran agama Islam yang saat itu dilakukan di rumah-rumah, langgar, rangkang, surau, masjid, pesantren, pondok pesantren, dan lain-lain. Madrasah ini mulai bangkit abad ke XX. Latar belakang pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada situasi, Pertama adanya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia. Kedua akibat adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan belanda. Ketiga akibat adanya pengakuan dan payung hukum dari pemerintah Indonesia yaitu UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan adanya UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003. Adanya Madrasah yang didirikan oleh pemerintah, perorangan dan ada juga madrasah yang didirikan oleh organisai dan lembaga keagamaan dan sekarang adanya madrasah-madrasah terpadu dan unggulan yang mengedepankan kurikulum terpadu dan student center, yang berorientasi pada pengembangan minat dan bakat dan kemampuan peserta didik. Penegrian Madrasah Tsanawiyah Swasta dan Madrasah Aliyah Swasta dilakukan pada tahun 1967 berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 80 tahun 1967 dengan nama Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTs AIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Pada tahun 1970 keluar keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 yang mengatur penghentian penegerian sekolah/madrasah swasta. Pada saat itu, MIN telah berjumlah 358 buah MTs AIN 182 buah dan MAAIN 42 buah. Pada tahun 1978 terjadi lagi restrukturasi madrasah melalui keputusan Menteri Agama No. 15,16,17 tahun 1978 yang berisi di samping perubahan jumlah madrasah negeri juga perubahan nama madrasah, yaitu MTs AIN menjadi MTsN dan MAAIN menjadi MAN. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi lagi penegerian madrasah yang dimulai pada tahun 1991 dengan keputusan Menteri Agama No. 137 tahun 1992, No. 224 tahun 1993, dan No. 515 A tahun 1995 ditambah lagi dengan terjadinya alih fungsi PGAN menjadi MAN dengan keputusan Menteri Agama No. 42 tahun 1992, maka jumlah madrasah sampai tahun 1999 adalah MIN 1435 buah, MTsN 1141 buah, dan MAN 553 buah. Daftar Pustaka Abuddin Nata (Ed), Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Madrasah Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1982, cet. ke-2 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975, pasal 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sekretaris Jenderal, ”Himpunan Peraturan Perundangan Republik Indonesia bidang pendidikan dan kebudayaan” PP No. 28 Tahun 1990 Pasal 4 ayat 3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sekretaris Jenderal, Undang-Undang No. 2 tahun 1989 Pasal 11 ayat 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sekretaris Jenderal 1992, Ibid, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, pasal 4 ayat 1. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam :Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004. _____________,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Citapustaka Media, 2001. _____________,Historisitas Dan Eksistensi Pesantren, Sekolah Dan Madrasah, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 2001. Baharuddin Hasibuan, Pendidikan dan Psikologi Islami “Pemberdayaan Madrasah dalam meningkatkan kualitas Pendidikan Islam di Indonesia”, Bandung: Citapustaka Media, 2007. Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: 2006.

No comments:

Post a Comment