BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Pendanaan Pendidikan Islam
Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuanal-Qur’andanas-Sunnah.
Namun hingga hari ini pendidikan Islam di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai problematika yang tidak ringan. Berbagai komponen pendidikan Islam dari tujuan, kurikulum, guru, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan sebagainya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan mendasar yang berakibat pada mutu pendidikan Islam yang kurang membanggakan.
Permasalahan klasik yang masih kerap menghinggapi lembaga-lembaga pendidikan Islam di negeri ini terutama terkait dengan pembiayaan pendidikan yang minim. Hal ini berimbas pada hampir semua komponen pendidikan lainnya. Padahal biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun madrasah. Dalam segala upaya pencapaian tujuan pendidikan biaya dan pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalansecaramaksimal.
Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan adalah membutuhkan biaya. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah maupun Madrasah dalam segala aktifitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, pelaksanaan program, dan kesejahteraan para guru dan karyawan yang ada, kesemua itu memerlukan anggaran dana. Sehubungan dengan itu setiap manajer pendidikan Islam hendaknya memahami sejarah pembiayaan pendidikan Islam di Indonesia beserta teori dan praktik manajemen pembiyaan pendidikannya.
Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuanal-Qur’andanas-Sunnah.
Namun hingga hari ini pendidikan Islam di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai problematika yang tidak ringan. Berbagai komponen pendidikan Islam dari tujuan, kurikulum, guru, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan sebagainya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan mendasar yang berakibat pada mutu pendidikan Islam yang kurang membanggakan.
Permasalahan klasik yang masih kerap menghinggapi lembaga-lembaga pendidikan Islam di negeri ini terutama terkait dengan pembiayaan pendidikan yang minim. Hal ini berimbas pada hampir semua komponen pendidikan lainnya. Padahal biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun madrasah. Dalam segala upaya pencapaian tujuan pendidikan biaya dan pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalansecaramaksimal.
Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan adalah membutuhkan biaya. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah maupun Madrasah dalam segala aktifitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, pelaksanaan program, dan kesejahteraan para guru dan karyawan yang ada, kesemua itu memerlukan anggaran dana. Sehubungan dengan itu setiap manajer pendidikan Islam hendaknya memahami sejarah pembiayaan pendidikan Islam di Indonesia beserta teori dan praktik manajemen pembiyaan pendidikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Pendanaan
Pendidikan Islam :
Sumber Pendanaan
Pendidikan Islam, Education For All/Pendidikan Gratis, Penyediaan Sarana dan
Prasarana Fasilitas Pendidikan
A.
Sumber
Pendanaan Pendidikan Islam
Anggaran
pada dasarnya terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi
pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana
yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam pembahasan
pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap golongan,
yaitu pemerintah, masyarakat, orang tua dan sumber-sumber lain.[1]
(1)
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Sumber
anggaran penyelenggaranan sekolah adalah tersedianya degan jelas sumber
anggaran sekolah yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sumber utama biaya pendidikan di sekolah adalah pajak yang dimasukan dalam
bentuk APBN dan APBD. John dan Morphet (1979) mengatakan: “Bentuk pajak yang
diperuntukan untuk membiayai pendidikan antara lain pajak kekayaan, pajak
penghasilan perorangan, pajak pendapatan penjualan, pajak kendaraan bermotor
dan lain sebagainya”.
Biaya pendidikan dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN dan APBD, anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat dialokasikan dalam APBN secara nasional yang didistribusikan keseluruhan daefah tingkat 1. APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek (DIP). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peratuan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (UU Otonomi Daerah 1999:97).
Biaya pendidikan dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN dan APBD, anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat dialokasikan dalam APBN secara nasional yang didistribusikan keseluruhan daefah tingkat 1. APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek (DIP). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peratuan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (UU Otonomi Daerah 1999:97).
Dana Alokasi
Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada
pemerintah propinsi dan kabupaten kota dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (UU Otonomi Daerah: 98). Dengan diberlakukannya UU
No 22 tahun 1999 dan UUNo. 25 tahun 1999 maka setiap daerah punya kewajiban
untuk mengalokasikan dana tersebut untuk keperluan pendidikan disetiap daerah,
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dana yang diperoleh sekolah
direalisakan dalam bentuk SBPP (Sumbangan Bantuan Pembinaan Pendidikan). DBO
(Dana Bantuan Oprasional), OPF (Operasional pembanguna dan Fasilitas). Dana
penunjang pendidikan yaitu dana yang diterima oleh sekolah dari Pemerintah
daerah tingkat I yang merupakan bagian setoran SPP yang dikembalikan.
Anggaran ini
terdapat di SLTP dan SLTA, tetapi mulai tahun 1994 dengan diberlakukanya wajar
diknas 9 tahun maka SPP untuk tingkat SLTP dihapuskan diganti dengan dana DPP.
Pada dasarnya dana penunjang dari Dinas Pendidikan ini sebenarnya berasal dari
kekuatan orang tua siswa unfnk mendukung program kegiatan pendidikan yang
dianggap amat penting, karena orang tua terlibat langsung terhadap program
pendidikan di sekolah dimana sekolah itu berada. Karena orang tua
berkepentingan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya.
Sejak Juli 2005 anggaran dari dana
DPP diganti dengan BOS (Bantuan Operasinal Sekolah) melalui Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan. Cita-cita
luhur dari pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan pasal 34 UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi bahwa "Pemerintah dan
pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungutbiaya".
Biaya alokasi dari pemerintah biasanya diperuntukkan :
Biaya alokasi dari pemerintah biasanya diperuntukkan :
a. Hibah, (grant)
b. Dana bantuan Biaya Operasional Sekolah
c. Membayar gaji guru,
d. Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan
dan perlengkapan.
e. Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah, pemerintah
juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah, misalnya melalui
pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan ajar serta
melakukan pengawasan.
(2) Orang tua atau peserta didik
Sumber pendanaan
pendidikan Islam tidak terlepas dari kontribusi orang tua siswa ini kemungkinan
merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan
dasar dana sekolah.
Hal ini umumnya terjadi
di negara-negara berkembang seperti kita. Namun, di negara maju yang
pemerintahannya dapat membangun fasilitas sekolah dan fasilitas pendidikan yang
baik, mulai dari menyediakan guru yang baik, menyediakan dana yang cukup untuk
berbagai program sekolah. Dalam hal ini di dunia pendidikan kita orang tua
siswa masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai peralatan yang
diperlukan sekolah, mereka menginginkan anak-anak mereka memasuki dunia nyata
dengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh. Adapun cara orang
tua berkontribusi kepada lembaga pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a. Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi oleh pihak sekolah
b. Memberi kontribusi kepada komite sekolah
c. Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, Perpustakaan, masjid
dan fasilitas sekolah lainnya.
d. Membayar pembelian buku pelajaran, seragam dan alat tulis kebutuhan sekolah
dan lain sebagainya.
(3). Kelompok Masyarakat
Sumber pendanaan tidak terlepas dari sumbangsih
masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat, kelompok masyarakat ini juga
merupakan sumber yang penting dalam hal pendanaan lembaga pendidikan Islam.
Tugas kelompok masyarakat ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari pada
tokohnya (utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan lain sebagainya.
Di Indonesia, banyak sekolah/lembaga pendidikan baik itu
yang Negeri maupun yang swasta yang dibangun dan diselenggarakan oleh
kelompok-kelompok masyarakat. Adapaun biasanya masyarakat menggalang pendanaan
untuk lembaga pendidikan dalam hal :
a. Dalam hal pengembangan sekolah
b. Berpartisifasi dalam hal membangun sekolah
(4). Yayasan
Kita banyak melihat lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
didirikan oleh yayasan, lembaga-lembaga keagamaan atau lembaga-lembaga lain
yang bukan berdasarkan idiologi tertentu yang merupakan organisasi non
pemerintah. Yayasan memberikan dukungan finansial kepada sekolah atau lembaga
pendidikan Islam seperti : bangunan, peralatan sekolah, dan sumber daya manusia
Berdasarkan Lampiran UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII Pendanaan pendidikan Bagian
kesatu Tanggung jawab pendanaan
Pasal 46
(1) Pendanaaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.
(3) Ketentuan
mengenai tanggung jawab pendaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sumber
Pendaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber pendanaan pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
(2) Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat menggerakkan sumber daya yang ada sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan
mengenai sumber pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.[3]
Jika
ditinjau berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, ( Pasal 46 Ayat 1 ).
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat”. Namun persoalannya, masyarakat ternyata
tidak memiliki aset kekayaan memadai untuk ikut serta membiayai pendidikan yang
layak. Hal ini salah satunya disebabkan faktor kemiskinan dan kesejahteraan
hidup yang tetap saja menjadi persoalan pelik. Mengacu pada Pasal 31 Ayat 1 UUD
1945, beberapa pihak menganggap telah terjadi pelanggaran konstitusi.
Pemerintah dinilai melanggar konstitusi jika berlepas tangan terhadap biaya
pendidikan warga negaranya.
Tampaknya
diperlukan penjelasan terkait ketentuan-ketentuan dalam Pasal 31 UUD 1945.
Kewajiban pemerintah membiayai pendidikan cenderung tidak sampai perguruan
tinggi dan hanya membiayai pendidikan dasar warga negaranya (Pasal 31 Ayat 2).
Malah anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen pun sebenarnya tak mungkin
untuk mencukupi biaya pendidikan setiap warga negaranya hingga merampungkan
jenjang pendidikan tinggi. Dalam hal ini, hak warga negara memperoleh
pendidikan tidak selamanya menuntut kewajiban negara membiayai pendidikan pasca
pendidikan dasar (SD-SMP).
Dimana
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan telah disetujui dan
ditandatangani Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 8 Juli 2008, namun PP itu tidak secara jelas mengatur larangan pungutan
di sekolah. PP tersebut, bahkan seakan melegalkan
terjadinya pungutan untuk pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan sekolah negeri
maupun swasta
B.
Education
For All/Pendidikan Gratis
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[4]
Adapun itu menurut Hasbullah
mengatakan:
“ pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu”.[5]
Sedangkan Gratis menurut Poerwadarminta, secara
harfiah adalah cuma-cuma (tidak dipungut bayaran). Jika kata gratis difrasekan
dengan kata pendidikan maka dapat diartikan bahwa pendidikan gratis adalah
pelayanan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, dan pegawai sekolah untuk
menyiapkan kebutuhan dan melayani segala keperluan siswa tanpa memungut biaya
dari orangtua/wali dan siswa.[6]
Pendidikan
gratis adalah pembebasan segala biaya penyelenggaraan pendidikan bagi peserta
didik/orang tua peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan
kegiatan pembangunan sekolah. [7]
Manfaat Pendidikan Gratis
1. Menjamin
tersedianya lahan, sarana dan prasarana pendidikan gratis.
2.
Pendidikan, tenaga kependidikan, dan biaya
operasional penyelenggaraan dengan pembagian beban tugas dan tanggung jawab
sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang mengantur pendidikan.
3. Menopang
terselenggaranya dan suksesnya wajib belajar sembilan tahun.
4. Pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga masyarakat usia sekolah dan
mengantisipasi kesenjangan masyarakat khususnya hak untuk memperoleh pendidikan
dan sebagai warga masyarakat dalam mengisi kemerdekaan bahagian dari upaya
pencerdasan Bangsa.
Tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis
1.
Meningkatkan
pemerataan kesempatan belajar bagi semua anak usia sekolah.
2.
Meningkatkan
mutu penyelenggaraan dan lulusan.
3.
Meningkatkan
relevansi pendidikan yang berbasis kompetensi agar dapat mengikuti perkembangan
global.
4.
Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan gratis untuk memenuhi mutu
dan produktivitas sumber daya manusia yang unggul.[8]
Program
pendidikan gratis merupakan salah satu program unggulan Pemerintah dan bantuan
diberikan langsung oleh Pemerintah Daerah kepada satuan pendidikan untuk
membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan menengah atas baik negeri
maupun swasta. Sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003. Yang berbunyi :
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 10
Pemerintah
dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
(2) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun.[9]
Oleh karena itu,
tidak ada alasan bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk tidak menyelenggarakan
pendidikan secara berkualitas. Maka pemerintah melalui Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Bidang pendidikan memberikan
layanan pendidikan gratis bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan
dasar dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan pendidikan gratis
telah sampai pada tingkat SMA/MA dan SMK dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dan dana rutin yang dianggarkan
melalui APBD Kabupaten/Kota.
Pemberian Subsidi Biaya
Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah, dijelaskan bahwa maksud
dari pemberian subsidi biaya pendidikan adalah untuk mengurangi beban
masyarakat / orang tua siswa dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan
bermutu. Sedangkan tujuannya adalah:
a. Mewujudkan
perluasan akses, pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, melalui
proses penyelenggeraan pembelajaran yang bermutu pada tingkat pendidikan pra
sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
b. Mendorong
sekolah penerima subsidi, melaksanakan manajemen efisiensi penyelenggaraan
pendidikan pra sekolah, pendidikan sekolah dasar dan menengah;
c. Motifasi
dan melanjutkan upaya reformasi pendidikan pra sekolah, pendidikan sekolah
dasar dan menengah.
Disini saya jelaskan
mengenai program dan jenis subsidi yakni:
a. Program
pemerataan pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
b. Program
peningkatan mutu pendidikan dan relevansi pendidikan pra sekolah, pendidikan
dasar dan menengah; serta
c. Program
peningkatan perluasan akses pendidikan efisiensi dan efektifitas manajemen pra
sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
Adapun jenis subsidi
biaya pendidikan yang diberikan untuk TK/RA, SMA, MA dan SMK baik negeri maupun
suasta antara lain: biaya operasional manajemen sekolah, sumbangan
penyelenggaraan pendidikkan (SPP), dan buku pelajaran, yang diperuntukkan
kegiatan kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, administrasi pendidikan,
kompetensi, pengembangan siswa dan
gaji/honorarium guru.
Tertera juga bahwa
pemberian tiap-tiap jenis subsidi dihitung berdasarkan jumlah siswa yang secara
nyata terdaftar selaku peserta didik sekolah, serta besarnya subsidi persiswa
tiap-tiap jenis subsidi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah yang
ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disetiap
Kabupaten/Kota.[10]
Pemberian Subsidi Biaya
Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah tersebut juga tecantum
mengenai penerima dan persyaratan memperoleh subsidi pada sekolah neegeri dan swasta, yakni taman
Kanak-kanak/ raudatul atfhal, sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI),
sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah/syalafiah, SMA, Madrasah Aliyah,
serta sekolah Menengah Kejuruan.
Sedangkan,
syarat-syarat sekolah yang diberi subsidi biaya pendidikan tersebut adalah:
a. Memiliki
Surat Keputusaan Pendirian Sekolah bagi sekolah negeri dan Izin Pendirian /
Operasional bagi sekolah swasta,
b. Memiliki
kepala sekolah yang sah,
c. Sanggup
melaksanakan dan mengelola dana subsidi
sesuai peruntukannya secara transparan, jujur, demokratis tidak diskriminatif,
akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah.[11]
Faktor-faktor yang mempengaruhi implemensi
pendidikan gratis
Keberhasilan
implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan
masing-masing faktor tersebut
saling berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang
berbagai faktor yang
terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam penelitian.
Secara garis
besar faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pendidikan gratis dibagi menjadi dua faktor yaitu:
a.
Faktor
Pendukung
Faktor pendukung
adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
b.
Faktor
Penghambat
Faktor
penghambat adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu tidak dapat
berjalan dengan baik atau terhambat
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Faktor ini
menurut pendekatan
yang dikemukakan oleh Edwards dalam
bukunya Tilaar, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel. Berdasarkan pendekatan Edwards
dapat menjadi faktor
pendukung apabila semua berjalan dengan lancar tetapi apabila tidak maka akan
menjadi faktor penghambat. Variabel tersebut yakni: (1)
komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat
variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.[12]
C.
Penyediaan
Sarana dan Prasarana Fasilitas Pendidikan
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah
semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan
dalam proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi
tiga macam, yaitu :
1.
Habis tidaknya dipakai
a.
Sarana pendidikan yng hbis dipakai, segala bahan
atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat.
Contoh, kapur tulis.
b.
Sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya,
kayu, besi, dan kertas karton yang digunakan guru dalam mengajar.
c.
Sarana pendidikn tahan lama, adalah keseluruhan
bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang
relatif lama. Contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan peralatan
olah raga.
2.
Bergerak tidaknya saat pada saat digunakan
a.
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana
pendidikan yan bisa digerakan atau dipindah sesuai kebutuhan pemakainya,
contohnya almari arsip sekolah.
b.
Sarana pendidikan yang tidak bergerak, adalah
semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk
dipindahkan misalnya, saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
3.
Hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Ditinjau dari hubungannya
dengan proses belajar mengajar, sarana pendidikan dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu :
a.
Alat pelajaran, adalah alat yang digunakan secara
langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku, alat tulis, dan alat praktik.
b.
Alat peraga, adelah alat pembantu pendidikan dan
pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan, atau benda-benda yang mudah
memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai
yang konkret.
c.
Media pengajaran, adalah sarana pendidikan yang
digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih
mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media,
yaitu audio, visual, dan audio visual.
Prasarana
Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu :
4.
Prasarana pendidikan yang secara langsung
digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang
perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.
5.
Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak
digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sngt menunjang
terjadinya proses belajar mengajar, misalnya, ruang kantor, kantin sekolah,
tanah dan jalan menuju sekolah, kmar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, uang
guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.
Jenis Sarana dan Prasarana
Berdasarkan
PP No. 19 Tahun 2005
tentang standar Nasional Pendidikn, pasal 42
i.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana
yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
ii.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.[13]
Standar Sarana dan Prasarana
Peraturan Mendiknas Nomor
24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
i.
Standar Sarana dan Prasarana SD/MI
1.
Lahan
a.
Lahan untuk SD/MI memenuhi ketentuan rasio
minimum luas lahan terhadap peserta didik
b.
Luas lahan yang dimaksud adalah luas lahan yang
dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa
bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga.
c.
Lahan terhindar potensi bahaya yang mengancam
kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam
keadaan darurat.
d.
Lahan terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran
air, pencemaran udara, dan kebisingan.
2.Bangunan Gedung
a.
Bangunan gedung memenuhi ketentuan rasio minimum
luas lantai terhadap peserta didik.
b.
Bangunan gedung memenuhi ketentuan tata bangunan.
c.
Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan keamanan.
d.
Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan
aksebilitas yng mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.
e.
Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan.
f.
bangunan gedung dilengkapi intalasi listrik
dengan daya minimum 900 watt.
g.
Kualitas bangunan gedung minimum permanen kelas
B, sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 pasal 45, dan mengacu pada standar PU.
Kelengkapan Sarana dan Prasarana
i.
Kelengkapan Sarana dan Prasarana SD/MI
1. Ruang kelas
2.
Ruang Perpustakaan
3.
Laboratorium IPA
4.
Ruang pimpinan
5.
Ruang guru
6.
Ruang beribadah
7.
Ruang UKS
8.
Jamban
9.
Gudang
10.
Ruang sirkulasi
11.
Tempat bermain/berolahraga
iii.
Kelengkapan Sarana dan Prasarana SMP/MTs
1.
Ruang kelas
2.
Ruang perpustakaan
3.
ruang laboratorium IPA
4.
Ruang pimpinan
5.
Ruang guru
6.
Ruang tata usaha
7.
Tempat beibadah
8.
Ruang konseling
9.
Ruang UKS
10.
Rung organisasi kesiswaan
11.
jamban
12.
Gudang
13.
Ruang sirkulasi
14.
Tempat bermain/ berolahraga
iv.
Kelengkapan sarana dan prasarana MA/SMA
1.
Ruang kelas
2.
Ruang perpustakaan
3.
Ruang laboratorium biologi
4.
Ruang laboratorium fisika
5.
Ruang laboratorium kimia
6.
Ruang laboratorium komputer
7.
Ruang laboratorium bahasa
8.
Ruang pimpinan
9.
Ruang guru
10.
Ruang tata usaha
11.
Tempat beribadah
12.
Ruang konseling
13.
Ruang UKS
14.
Ruang organisasi kesiswaan
15.
Jamban
16.
Gudang
17.
Ruang sirkulasi
18.
Tempat bermain/berolahraga
BAB III
KESIMPULAN
Pemerintah pusat
dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku agar terpenuhinya pendanaan pendidikan, dari segi sarana dan prasarana
yang bersumber dari APBN maupun APBD untuk pemerintah daerah. Pemerintah dalam
hal ini memberikan program bantuan seperti di berikannya dana BOS (Bantuan
Operasional Sekolah) APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk
membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN
Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan
pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek Anggaran (DIPA). Dana
Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, Dana yang diperoleh
sekolah direalisakan dalam bentuk SBPP (Sumbangan Bantuan Pembinaan
Pendidikan). DBO (Dana Bantuan Oprasional), OPF (Operasional pembanguna dan
Fasilitas).
Sumber
pendanaan lembaga pendidikan Islam dewasa ini dapat kita lihat melalui sumber
SPP, Orang tua murid, masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan yayasan
kesemuanya bertanggung jawab terhadap penyelengaraan pendidikan yang baik dan
berkualitas.
Lemahnya pendidikan saat ini di sebabkan oleh lemahnya sumber daya
manusia sekaligus lemahnya ekonomi ,pemerintah berusaha untuk mengurangi atau
mencoba mengatasi permasalahan diatas dengan mengeluarkan bantuan dana
operasional sekolah. Namun saat ini bantuan tersebut belum bisa
menjadi solusi tapi sebagai bangsa yang dasarnya pancasila maka
pendidikan itu tanggung jawab kita semua
biaya di tanggung kita bersama apalagi bagi mereka yang mampu, di dalam
islampun juga sudah di terangkan untuk setiap manusia saling tolong-menolong
dalam kebaikan. Biaya pendidikan di Indonesia setiap tahun mengalami kenaikan,
seharusnya upaya pemerintah tidak menaikkan biaya pendidikan tapi memperbaiki
mutu pendidikan melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta tenaga
pendidik yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Tarwiyah Tuti, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada,
Jakarta: 2005
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Rosda
Karya, Bandung: 2006
Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,
PT. Ciputat Press, Jakarta: 2005
UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII
Pendanaan pendidikan Bagian kesatu Tanggung jawab pendanaan Pasal
46 dan Pasal 47
Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2001
Hasbullah, Otonomi
pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelenggaraan
pendidikan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta:
2006
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta: 2006
Syafaruddin, Efektivitas
Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi, dan aplikasi kebijakan menuju
organisasi sekolah efektif, Rineka Cipta, Jakarta: 2008
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,Pasal 10 dan 11
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta: 2006
Adi, Tarwiyah Tuti, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada,
Jakarta: 2005
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No.37 tahun 2010 tentang,
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tahun Anggaran 2011
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikn, pasal
42
Peraturan Mendiknas Nomor
24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
Tilaar, H.A.R, Kebijakan
Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan
pendidikan sebagai kebijakan public, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008.
[1] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Rosda
Karya, Bandung: 2006), h. 48
[3]
UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII Pendanaan pendidikan Bagian
kesatu Tanggung jawab pendanaan
Pasal 46 dan Pasal 47
[4] Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan, (PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2001), h. 68
[5]Hasbullah, Otonomi
pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelenggaraan
pendidikan, (Raja Grafindo
Persada, Jakarta:
2006), h. 51
[7] Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi, dan aplikasi
kebijakan menuju organisasi sekolah efektif. (Rineka Cipta, Jakarta: 2008), h.
34
[8] Ibid, h. 35-36
[9]
Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,Pasal 10 dan 11
[10] Adi, Tarwiyah Tuti, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), h.
95
[11]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.37 tahun 2010 tentang, Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tahun Anggaran 2011
[12] Tilaar, H.A.R, Kebijakan
Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan
sebagai kebijakan public, (Pustaka Pelajar, Yogyakarya: 2008), h. 134-135
[14]
Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
No comments:
Post a Comment