Saturday, 8 December 2012

Sistem Pendanaan Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Pendanaan Pendidikan Islam
            Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuanal-Qur’andanas-Sunnah.
            Namun hingga hari ini pendidikan Islam di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai problematika yang tidak ringan. Berbagai komponen pendidikan Islam dari tujuan, kurikulum, guru, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan sebagainya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan mendasar yang berakibat pada mutu pendidikan Islam yang kurang membanggakan.


            Permasalahan klasik yang masih kerap menghinggapi lembaga-lembaga pendidikan Islam di negeri ini terutama terkait dengan pembiayaan pendidikan yang minim. Hal ini berimbas pada hampir semua komponen pendidikan lainnya. Padahal biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun madrasah. Dalam segala upaya pencapaian tujuan pendidikan biaya dan pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalansecaramaksimal.
            Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan adalah membutuhkan biaya. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah maupun Madrasah dalam segala aktifitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, pelaksanaan program, dan kesejahteraan para guru dan karyawan yang ada, kesemua itu memerlukan anggaran dana. Sehubungan dengan itu setiap manajer pendidikan Islam hendaknya memahami sejarah pembiayaan pendidikan Islam di Indonesia beserta teori dan praktik manajemen pembiyaan pendidikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Pendanaan Pendidikan Islam :
Sumber Pendanaan Pendidikan Islam, Education For All/Pendidikan Gratis, Penyediaan Sarana dan Prasarana Fasilitas Pendidikan

A.    Sumber Pendanaan Pendidikan Islam
Anggaran pada dasarnya terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap golongan, yaitu pemerintah, masyarakat, orang tua dan sumber-sumber lain.[1]
(1)     Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Sumber anggaran penyelenggaranan sekolah adalah tersedianya degan jelas sumber anggaran sekolah yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber utama biaya pendidikan di sekolah adalah pajak yang dimasukan dalam bentuk APBN dan APBD. John dan Morphet (1979) mengatakan: “Bentuk pajak yang diperuntukan untuk membiayai pendidikan antara lain pajak kekayaan, pajak penghasilan perorangan, pajak pendapatan penjualan, pajak kendaraan bermotor dan lain sebagainya”.
            Biaya pendidikan dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN dan APBD, anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat dialokasikan dalam APBN secara nasional yang didistribusikan keseluruhan daefah tingkat 1. APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek (DIP). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peratuan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (UU Otonomi Daerah 1999:97).
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah propinsi dan kabupaten kota dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Otonomi Daerah: 98). Dengan diberlakukannya UU No 22 tahun 1999 dan UUNo. 25 tahun 1999 maka setiap daerah punya kewajiban untuk mengalokasikan dana tersebut untuk keperluan pendidikan disetiap daerah, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dana yang diperoleh sekolah direalisakan dalam bentuk SBPP (Sumbangan Bantuan Pembinaan Pendidikan). DBO (Dana Bantuan Oprasional), OPF (Operasional pembanguna dan Fasilitas). Dana penunjang pendidikan yaitu dana yang diterima oleh sekolah dari Pemerintah daerah tingkat I yang merupakan bagian setoran SPP yang dikembalikan.
Anggaran ini terdapat di SLTP dan SLTA, tetapi mulai tahun 1994 dengan diberlakukanya wajar diknas 9 tahun maka SPP untuk tingkat SLTP dihapuskan diganti dengan dana DPP. Pada dasarnya dana penunjang dari Dinas Pendidikan ini sebenarnya berasal dari kekuatan orang tua siswa unfnk mendukung program kegiatan pendidikan yang dianggap amat penting, karena orang tua terlibat langsung terhadap program pendidikan di sekolah dimana sekolah itu berada. Karena orang tua berkepentingan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya.
Sejak Juli 2005 anggaran dari dana DPP diganti dengan BOS (Bantuan Operasinal Sekolah) melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan. Cita-cita luhur dari pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan pasal 34 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi bahwa "Pemerintah dan pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungutbiaya".
            Biaya alokasi dari pemerintah biasanya diperuntukkan :
a. Hibah, (grant)
b. Dana bantuan Biaya Operasional Sekolah
c. Membayar gaji guru,
d. Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan   menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan.
e. Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah, pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah, misalnya melalui pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan ajar serta melakukan pengawasan.

(2) Orang tua atau peserta didik
Sumber pendanaan pendidikan Islam tidak terlepas dari kontribusi orang tua siswa ini kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah.
Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang seperti kita. Namun, di negara maju yang pemerintahannya dapat membangun fasilitas sekolah dan fasilitas pendidikan yang baik, mulai dari menyediakan guru yang baik, menyediakan dana yang cukup untuk berbagai program sekolah. Dalam hal ini di dunia pendidikan kita orang tua siswa masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai peralatan yang diperlukan sekolah, mereka menginginkan anak-anak mereka memasuki dunia nyata dengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh. Adapun cara orang tua berkontribusi kepada lembaga pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a.    Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi oleh pihak sekolah
b.    Memberi kontribusi kepada komite sekolah
c.    Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, Perpustakaan, masjid dan fasilitas sekolah lainnya.
d.   Membayar pembelian buku pelajaran, seragam dan alat tulis kebutuhan sekolah dan lain sebagainya.

(3). Kelompok Masyarakat
            Sumber pendanaan tidak terlepas dari sumbangsih masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat, kelompok masyarakat ini juga merupakan sumber yang penting dalam hal pendanaan lembaga pendidikan Islam. Tugas kelompok masyarakat ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari pada tokohnya (utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain sebagainya.
            Di Indonesia, banyak sekolah/lembaga pendidikan baik itu yang Negeri maupun yang swasta yang dibangun dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Adapaun biasanya masyarakat menggalang pendanaan untuk lembaga pendidikan dalam hal :
a.       Dalam hal pengembangan sekolah
b.      Berpartisifasi dalam hal membangun sekolah
c.       Mencari donatur dan dermawan baik mengikat maupun tidak mengikat.[2]

(4). Yayasan
            Kita banyak melihat lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh yayasan, lembaga-lembaga keagamaan atau lembaga-lembaga lain yang bukan berdasarkan idiologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah. Yayasan memberikan dukungan finansial kepada sekolah atau lembaga pendidikan Islam seperti : bangunan, peralatan sekolah, dan sumber daya manusia
Berdasarkan Lampiran UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII Pendanaan pendidikan Bagian kesatu Tanggung jawab pendanaan Pasal 46
(1)   Pendanaaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,    pemerintah daerah dan masyarakat.
(2)   Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.
(3)   Ketentuan mengenai tanggung jawab pendaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sumber Pendaan Pendidikan
Pasal 47
(1)   Sumber pendanaan pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2)   Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat menggerakkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)   Ketentuan mengenai sumber pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[3]
Jika ditinjau berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, ( Pasal 46 Ayat 1 ). “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat”. Namun persoalannya, masyarakat ternyata tidak memiliki aset kekayaan memadai untuk ikut serta membiayai pendidikan yang layak. Hal ini salah satunya disebabkan faktor kemiskinan dan kesejahteraan hidup yang tetap saja menjadi persoalan pelik. Mengacu pada Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945, beberapa pihak menganggap telah terjadi pelanggaran konstitusi. Pemerintah dinilai melanggar konstitusi jika berlepas tangan terhadap biaya pendidikan warga negaranya.
Tampaknya diperlukan penjelasan terkait ketentuan-ketentuan dalam Pasal 31 UUD 1945. Kewajiban pemerintah membiayai pendidikan cenderung tidak sampai perguruan tinggi dan hanya membiayai pendidikan dasar warga negaranya (Pasal 31 Ayat 2). Malah anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen pun sebenarnya tak mungkin untuk mencukupi biaya pendidikan setiap warga negaranya hingga merampungkan jenjang pendidikan tinggi. Dalam hal ini, hak warga negara memperoleh pendidikan tidak selamanya menuntut kewajiban negara membiayai pendidikan pasca pendidikan dasar (SD-SMP).
Dimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan telah disetujui dan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Juli 2008, namun PP itu tidak secara jelas mengatur larangan pungutan di sekolah. PP tersebut, bahkan seakan melegalkan terjadinya pungutan untuk pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan sekolah negeri maupun swasta
B.     Education For All/Pendidikan Gratis
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[4]
Adapun itu menurut Hasbullah mengatakan:
“ pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu”.[5]
Sedangkan Gratis menurut Poerwadarminta, secara harfiah adalah cuma-cuma (tidak dipungut bayaran). Jika kata gratis difrasekan dengan kata pendidikan maka dapat diartikan bahwa pendidikan gratis adalah pelayanan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, dan pegawai sekolah untuk menyiapkan kebutuhan dan melayani segala keperluan siswa tanpa memungut biaya dari orangtua/wali dan siswa.[6]
Pendidikan gratis adalah pembebasan segala biaya penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik/orang tua peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan kegiatan pembangunan sekolah. [7]
Manfaat Pendidikan Gratis
1.      Menjamin tersedianya lahan, sarana dan prasarana pendidikan gratis.
2.      Pendidikan, tenaga kependidikan, dan biaya operasional penyelenggaraan dengan pembagian beban tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang mengantur pendidikan.
3.      Menopang terselenggaranya dan suksesnya wajib belajar sembilan tahun.
4.      Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga masyarakat usia sekolah dan mengantisipasi kesenjangan masyarakat khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan sebagai warga masyarakat dalam mengisi kemerdekaan bahagian dari upaya pencerdasan Bangsa.
Tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis
1.      Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua anak usia sekolah.
2.      Meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan.
3.      Meningkatkan relevansi pendidikan yang berbasis kompetensi agar dapat mengikuti perkembangan global.
4.      Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan gratis untuk memenuhi mutu dan produktivitas sumber daya manusia yang unggul.[8]
            Program pendidikan gratis merupakan salah satu program unggulan Pemerintah dan bantuan diberikan langsung oleh Pemerintah Daerah kepada satuan pendidikan untuk membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan menengah atas baik negeri maupun swasta. Sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Yang berbunyi :
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.[9]
            Oleh  karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk tidak menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas. Maka pemerintah melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Bidang pendidikan memberikan layanan pendidikan gratis bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan pendidikan gratis telah sampai pada tingkat SMA/MA dan SMK dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dan dana rutin yang dianggarkan melalui APBD Kabupaten/Kota.
Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah, dijelaskan bahwa maksud dari pemberian subsidi biaya pendidikan adalah untuk mengurangi beban masyarakat / orang tua siswa dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu. Sedangkan tujuannya adalah:
a.       Mewujudkan perluasan akses, pemerataan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, melalui proses penyelenggeraan pembelajaran yang bermutu pada tingkat pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
b.      Mendorong sekolah penerima subsidi, melaksanakan manajemen efisiensi penyelenggaraan pendidikan pra sekolah, pendidikan sekolah dasar dan menengah;
c.       Motifasi dan melanjutkan upaya reformasi pendidikan pra sekolah, pendidikan sekolah dasar dan menengah.
Disini saya jelaskan mengenai program dan jenis subsidi yakni:
a.       Program pemerataan pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
b.      Program peningkatan mutu pendidikan dan relevansi pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah; serta
c.       Program peningkatan perluasan akses pendidikan efisiensi dan efektifitas manajemen pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah;
Adapun jenis subsidi biaya pendidikan yang diberikan untuk TK/RA, SMA, MA dan SMK baik negeri maupun suasta antara lain: biaya operasional manajemen sekolah, sumbangan penyelenggaraan pendidikkan (SPP), dan buku pelajaran, yang diperuntukkan kegiatan kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, administrasi pendidikan, kompetensi,  pengembangan siswa dan gaji/honorarium guru.
Tertera juga bahwa pemberian tiap-tiap jenis subsidi dihitung berdasarkan jumlah siswa yang secara nyata terdaftar selaku peserta didik sekolah, serta besarnya subsidi persiswa tiap-tiap jenis subsidi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disetiap Kabupaten/Kota.[10]
Pemberian Subsidi Biaya Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah tersebut juga tecantum mengenai penerima dan persyaratan memperoleh subsidi  pada sekolah neegeri dan swasta, yakni taman Kanak-kanak/ raudatul atfhal, sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah/syalafiah, SMA, Madrasah Aliyah, serta sekolah Menengah Kejuruan.
Sedangkan, syarat-syarat sekolah yang diberi subsidi biaya pendidikan tersebut adalah:
a.       Memiliki Surat Keputusaan Pendirian Sekolah bagi sekolah negeri dan Izin Pendirian / Operasional bagi sekolah swasta,
b.      Memiliki kepala sekolah yang sah,
c.       Sanggup melaksanakan dan mengelola  dana subsidi sesuai peruntukannya secara transparan, jujur, demokratis tidak diskriminatif, akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah.[11]
Faktor-faktor yang mempengaruhi implemensi pendidikan gratis
 Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai faktor yang terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam penelitian.
Secara garis besar faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis dibagi menjadi dua faktor yaitu:
a.       Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
b.      Faktor Penghambat
Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang menyebabkan implementasi itu tidak dapat berjalan dengan baik atau terhambat  dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Faktor ini menurut pendekatan yang dikemukakan oleh Edwards dalam bukunya Tilaar, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel. Berdasarkan pendekatan Edwards dapat menjadi faktor pendukung apabila semua berjalan dengan lancar tetapi apabila tidak maka akan menjadi faktor penghambat. Variabel tersebut yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.[12]
C.    Penyediaan Sarana dan Prasarana Fasilitas Pendidikan
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :
1.      Habis tidaknya dipakai
a.       Sarana pendidikan yng hbis dipakai, segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Contoh, kapur tulis.
b.      Sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya, kayu, besi, dan kertas karton yang digunakan guru dalam mengajar.
c.       Sarana pendidikn tahan lama, adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang relatif lama. Contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan peralatan olah raga.
2.      Bergerak tidaknya saat pada saat digunakan
a.       Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yan bisa digerakan atau dipindah sesuai kebutuhan pemakainya, contohnya almari arsip sekolah.
b.      Sarana pendidikan yang tidak bergerak, adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan misalnya, saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
3.      Hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, sarana pendidikan dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a.       Alat pelajaran, adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku,  alat tulis, dan alat praktik.
b.      Alat peraga, adelah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan, atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai yang konkret.
c.       Media pengajaran, adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu audio, visual, dan audio visual.
Prasarana
Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
4.      Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.
5.      Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sngt menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya, ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kmar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, uang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.
Jenis Sarana dan Prasarana
Berdasarkan PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikn, pasal 42
                          i.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
                        ii.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.[13]
Standar Sarana dan Prasarana
Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
                    i.      Standar Sarana dan Prasarana SD/MI
1.      Lahan
a.       Lahan untuk SD/MI memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik
b.      Luas lahan yang dimaksud adalah luas lahan yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga.
c.       Lahan terhindar potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
d.      Lahan terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran air, pencemaran udara, dan kebisingan.
2.Bangunan Gedung
a.       Bangunan gedung memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik.
b.      Bangunan gedung memenuhi ketentuan tata bangunan.
c.       Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan.
d.      Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksebilitas yng mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.
e.       Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan.
f.       bangunan gedung dilengkapi intalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
g.      Kualitas bangunan gedung minimum permanen kelas B, sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 pasal 45, dan mengacu pada standar PU.
h.      Bangunan gedung baru dapat bertahan minimum 20 tahun.[14]
Kelengkapan Sarana dan Prasarana
                          i.      Kelengkapan Sarana dan Prasarana SD/MI
1.   Ruang kelas
                           2.          Ruang Perpustakaan
                           3.          Laboratorium IPA
                           4.          Ruang pimpinan
                           5.          Ruang guru
                           6.          Ruang beribadah
                           7.          Ruang UKS
                           8.          Jamban
                           9.          Gudang
                       10.          Ruang sirkulasi
                       11.          Tempat bermain/berolahraga
                      iii.      Kelengkapan Sarana dan Prasarana SMP/MTs
                              1.      Ruang kelas
                              2.      Ruang perpustakaan
                              3.      ruang laboratorium IPA
                              4.      Ruang pimpinan
                              5.      Ruang guru
                              6.      Ruang tata usaha
                              7.      Tempat beibadah
                              8.      Ruang konseling
                              9.      Ruang UKS
                          10.      Rung organisasi kesiswaan
                          11.      jamban
                          12.      Gudang
                          13.      Ruang sirkulasi
                          14.      Tempat bermain/ berolahraga

                iv.            Kelengkapan sarana dan prasarana MA/SMA
                        1.            Ruang kelas
                        2.            Ruang perpustakaan
                        3.            Ruang laboratorium biologi
                        4.            Ruang laboratorium fisika
                        5.            Ruang laboratorium kimia
                        6.            Ruang laboratorium komputer
                        7.            Ruang laboratorium bahasa
                        8.            Ruang pimpinan
                        9.            Ruang guru
                    10.            Ruang tata usaha
                    11.            Tempat beribadah
                    12.            Ruang konseling
                    13.            Ruang UKS
                    14.            Ruang organisasi kesiswaan
                    15.            Jamban
                    16.            Gudang
                    17.            Ruang sirkulasi
                    18.            Tempat bermain/berolahraga

BAB III
KESIMPULAN
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar terpenuhinya pendanaan pendidikan, dari segi sarana dan prasarana yang bersumber dari APBN maupun APBD untuk pemerintah daerah. Pemerintah dalam hal ini memberikan program bantuan seperti di berikannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek Anggaran (DIPA). Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, Dana yang diperoleh sekolah direalisakan dalam bentuk SBPP (Sumbangan Bantuan Pembinaan Pendidikan). DBO (Dana Bantuan Oprasional), OPF (Operasional pembanguna dan Fasilitas).
Sumber pendanaan lembaga pendidikan Islam dewasa ini dapat kita lihat melalui sumber SPP, Orang tua murid, masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan yayasan kesemuanya bertanggung jawab terhadap penyelengaraan pendidikan yang baik dan berkualitas.
            Lemahnya pendidikan saat ini di sebabkan oleh lemahnya sumber daya manusia sekaligus lemahnya ekonomi ,pemerintah berusaha untuk mengurangi atau mencoba mengatasi permasalahan diatas dengan mengeluarkan bantuan dana operasional sekolah. Namun saat ini bantuan tersebut belum bisa  menjadi solusi tapi sebagai bangsa yang dasarnya pancasila maka pendidikan itu tanggung jawab kita semua  biaya di tanggung kita bersama apalagi bagi mereka yang mampu, di dalam islampun juga sudah di terangkan untuk setiap manusia saling tolong-menolong dalam kebaikan. Biaya pendidikan di Indonesia setiap tahun mengalami kenaikan, seharusnya upaya pemerintah tidak menaikkan biaya pendidikan tapi memperbaiki mutu pendidikan melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta tenaga pendidik yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Tarwiyah Tuti,  Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Rosda Karya, Bandung: 2006
Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, PT. Ciputat Press, Jakarta: 2005
UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII Pendanaan pendidikan Bagian kesatu Tanggung jawab pendanaan Pasal 46 dan Pasal 47
Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2001
Hasbullah, Otonomi pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta: 2006
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi, dan aplikasi kebijakan menuju organisasi sekolah efektif, Rineka Cipta, Jakarta: 2008
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,Pasal 10 dan 11
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta: 2006
Adi, Tarwiyah Tuti,  Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.37 tahun 2010 tentang, Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tahun Anggaran 2011
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikn, pasal 42
Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
Tilaar, H.A.R, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan public, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008.




[1] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Rosda Karya, Bandung: 2006), h. 48
[2] Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (PT. Ciputat Press, Jakarta: 2005), h. 269
[3] UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab XIII Pendanaan pendidikan Bagian kesatu Tanggung jawab pendanaan Pasal 46 dan Pasal 47
[4] Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2001), h. 68
[5]Hasbullah, Otonomi pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006), h. 51

[6] Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta: 2006), h. 87.
[7] Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi, dan aplikasi kebijakan menuju organisasi sekolah efektif. (Rineka Cipta, Jakarta: 2008), h. 34

[8] Ibid, h. 35-36
[9] Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,Pasal 10 dan 11
[10] Adi, Tarwiyah Tuti,  Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), h. 95
[11] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.37 tahun 2010 tentang, Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Tahun Anggaran 2011
[12] Tilaar, H.A.R, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan public, (Pustaka Pelajar, Yogyakarya: 2008), h. 134-135

[13] Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikn, pasal 42

[14] Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA

No comments:

Post a Comment